Brebes Masih Termiskin di Jateng, Mampukah Program MBG Jadi Jalan Keluar?

BREBES, Brebesinfo.com — Di tengah geliat pembangunan dan derap program pengentasan kemiskinan di Jawa Tengah, Kabupaten Brebes masih menempati posisi pertama dengan tingkat kemiskinan tertinggi.

Namun di saat yang sama, harapan baru muncul lewat Program Makan Bergizi Gratis (MBG) program nasional yang digadang-gadang mampu memperbaiki gizi anak dan membuka jalan keluar dari kemiskinan struktural.

Program ini bukan sekadar bagi-bagi makanan, melainkan upaya membangun masa depan bangsa dari dapur sekolah.

Angka yang Menyentil Nurani

Data terbaru mencatat, tingkat kemiskinan di Kabupaten Brebes mencapai 14,15 persen. Angka ini memang turun 1,45 persen dibandingkan tahun 2024 yang mencapai 15,60 persen, tetapi posisi Brebes masih menjadi peringatan keras bahwa pekerjaan rumah besar belum selesai.

Lebih dari itu, 12.808 balita di Brebes masih tercatat mengalami stunting per Agustus 2025.

“Angka-angka itu bukan statistik dingin, melainkan wajah nyata anak-anak kita yang perutnya kosong di tengah lumbung pangan,” ujar Deden Sulaeman, pemerhati layanan publik asal Brebes,  Rabu (8/10/2025).

Menurut Deden, MBG bukan proyek sosial biasa, melainkan benteng moral dan gizi bagi generasi penerus.

“Program ini adalah pagar gizi yang menjaga otak dan tulang anak-anak dari kelaparan sistemik yang diam-diam membunuh potensi mereka,” katanya.

Dari “Wardoyo” Menuju MBG

Brebes sebenarnya tak kekurangan inisiatif lokal. Sebelum MBG diluncurkan, pemerintah daerah sudah menggagas program “Wardoyo” (Wareg Sedoyo / Kenyang Semua), dengan semangat memastikan seluruh warga mendapat akses pangan layak.

Kedua program itu kini berjalan seiring, dengan tujuan yang sama: menghapus kelaparan dan memperkuat kemandirian pangan lokal.

“Jika dijalankan dengan hati dan integritas, dua program ini akan menjadi dua sayap yang mengangkat Brebes keluar dari jerat kemiskinan dan gizi buruk,” tutur Deden.

Langkah Nyata dan Fakta di Lapangan

Pemerintah Kabupaten Brebes sudah mulai menggerakkan program MBG di sejumlah sekolah. Di antaranya SMPN 1 Paguyangan, yang rutin menyajikan menu makan siang lengkap berisi nasi, sayur, lauk berprotein, susu, dan buah.

Selain itu, dapur yang melayani program MBG diupayakan menggunakan bahan pangan lokal, sehingga hasil pertanian dan UMKM sekitar ikut bergerak.

“Inilah kebijakan yang benar: memberi makan anak, sekaligus menghidupkan dapur rakyat,” kata Deden.

Namun, perjalanan masih panjang. Dari 170 dapur MBG yang direncanakan, baru 49 dapur yang beroperasi.
Beberapa sekolah bahkan sempat terkendala distribusi dan bahan pangan.

“Masalah ini bukan aib, tapi panggilan untuk bekerja lebih sungguh-sungguh,” ujarnya.

Jangan Sampai Nasi Anak Jadi Bancakan

Program MBG adalah langkah besar dengan anggaran besar pula. Di sinilah godaan integritas benar-benar diuji.
“Jangan sampai program semulia ini berubah menjadi panggung bancakan, tempat segelintir orang berpesta di atas nama gizi anak bangsa,” tegas Deden.

Ia menekankan pentingnya transparansi, pengawasan, dan audit independen agar dana MBG tersalurkan dengan benar.

“Korupsi dalam program makan anak sama dengan mencuri dari masa depan bangsa,” ujarnya.

Harapan untuk Brebes dan Indonesia

Dalam petuah Jawa disebutkan, “Wong sing arep mlebu kebon kembang kudu wani kecanthol duri.” Barang siapa ingin memetik bunga, harus siap tergores duri.

Program ini memang tak mudah, tapi inilah jalan yang benar.

“Jika Brebes mampu menjalankannya dengan bersih dan berani, maka Brebes tidak lagi dikenal karena kemiskinan dan stunting melainkan karena keadilan gizi dan integritas publiknya.”

Brebes kini berdiri di persimpangan sejarah: antara menjadi kabupaten penggerak perubahan, atau tetap terjebak dalam lingkaran lama.
Semua bergantung pada seberapa tulus niat dan kerja nyata dijalankan.

Karena bangsa besar tidak diukur dari tinggi gedungnya, melainkan dari bagaimana ia memperlakukan anak-anak kecil yang lapar.(*)

Related Posts

Berita Lainnya