BREBES, Brebesinfo.com – Tahun ajaran baru seharusnya membawa semangat baru bagi siswa dan orang tua. Namun, di Kabupaten Brebes, banyak orang tua justru merasa terbebani. Penyebabnya, biaya seragam sekolah yang dinilai terlalu mahal, bahkan bisa mencapai Rp 1,2 juta per anak.
Meski pihak sekolah tidak mewajibkan secara tertulis, banyak orang tua merasa terpaksa membeli bahan seragam dari koperasi sekolah atau pihak yang diarahkan sekolah. Mereka khawatir kalau membeli di luar, anak-anak mereka bisa diperlakukan berbeda di sekolah.
“Katanya nanti anak saya tidak dicatat di pendataan, atau malah beda kelas sendiri. Saya takut anak jadi malu,” kata Pak H, buruh bangunan di Brebes, Senin (28/7/2025).
Pak H menyebut, harga satu paket bahan seragam—terdiri dari seragam OSIS biru, pramuka, batik, dan olahraga—mencapai Rp 1,2 juta. Belum termasuk ongkos jahit sekitar Rp 450 ribu untuk tiga stel.
Padahal, menurutnya, seragam yang sudah jadi di toko biasa hanya sekitar Rp 150 ribu per stel.
Hal serupa dirasakan Pak S, pedagang bakso keliling. Ia juga merasa bingung saat diminta membayar bahan seragam tanpa diberi bukti pembayaran.
“Waktu itu cuma isi lembar pesanan, uang diserahkan, tapi tidak dapat kwitansi. Katanya nanti dikasih,” ujarnya.
Beberapa orang tua murid lain dari sekolah yang berbeda juga mengalami hal yang sama. Mereka merasa tidak punya pilihan selain mengikuti arahan sekolah.
Menurut informasi, diduga ada pihak rekanan dari luar daerah yang menjadi penyedia bahan seragam tersebut.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Dindikpora) Kabupaten Brebes, Caridah, menjelaskan bahwa pembelian seragam tidak diwajibkan lewat koperasi.
“Seragam diserahkan ke orang tua. Kalau ada sekolah yang menyediakan lewat koperasi atau pihak lain, itu hanya pilihan. Tidak ada paksaan,” katanya.
Namun, di lapangan, banyak orang tua mengaku tetap merasa ditekan untuk membeli lewat koperasi. Bahkan, sebagian guru disebut ikut menyampaikan informasi bahwa sebaiknya membeli dari jalur yang ditentukan.
Jika dihitung, dari total 121 SMP di Brebes—72 negeri dan 49 swasta—dengan rata-rata 200–400 siswa baru, maka perputaran uang dari seragam sekolah bisa mencapai miliaran rupiah setiap tahun.
“Kalau memang koperasi milik sekolah, kenapa harganya seperti dimonopoli? Ini malah terasa seperti bisnis,” ucap seorang wali murid lainnya.
Orang tua murid berharap ada pengawasan dari pemerintah daerah, Ombudsman, dan aparat hukum. Mereka meminta agar koperasi sekolah dan pihak rekanan yang menjual bahan seragam bisa diaudit secara terbuka.
“Kami bukan menolak seragam. Tapi tolong beri kami kebebasan memilih sesuai kemampuan. Jangan semua diarahkan ke satu jalur yang mahal,” tutur Pak H.(*)