BLORA, Brebesinfo.com — Masjid Agung Baitunnur yang berada di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, kini resmi ditetapkan sebagai masjid bersejarah. Penetapan ini dilakukan oleh Lembaga Takmir Masjid (LTM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah.
Penetapan status ini ditandai dengan pemasangan prasasti yang diserahkan kepada jajaran takmir masjid, disaksikan langsung oleh Bupati Blora, Arief Rohman, Minggu (27/4/2025) pagi di serambi masjid.
Masjid Agung Baitunnur tercatat berdiri sejak tahun 1722, menjadikannya salah satu pusat penyebaran agama Islam tertua di Blora. Pemugaran pertamanya dilakukan pada 1774 oleh Bupati R.T. Djajeng Tirtonoto.
Ketua Takmir Masjid Agung Baitunnur, Khoirur Rozikin, mengungkapkan rasa syukur atas penetapan ini. Ia berharap status tersebut menjadi penyemangat untuk merawat masjid.
“Alhamdulillah, Masjid Agung Baitunnur sudah ditetapkan sebagai masjid bersejarah. Ini menjadi semangat baru untuk terus menjaga dan memakmurkan masjid yang usianya sudah ratusan tahun,” katanya.
Sementara itu, Ketua LTM PWNU Jawa Tengah, H. Nur Akhlis, mengapresiasi upaya pengurus masjid yang selama ini konsisten merawat warisan budaya Islam tersebut.
“Plangisasi ini bukan sekadar simbolik, tapi menjadi ruh untuk menghidupkan kembali nilai-nilai keagamaan yang pernah digali para ulama dan kyai terdahulu,” kata Nur Akhlis.
Nur Akhlis menekankan pentingnya menjaga peninggalan sejarah agar generasi muda memahami perjuangan dakwah Islam di masa lalu.
“Ini bagian dari melestarikan budaya, sekaligus merawat peninggalan yang penuh nilai perjuangan, supaya menjadi inspirasi bagi anak cucu kita,” tambahnya.
Ia menyebutkan bahwa Masjid Agung Baitunnur adalah masjid kelima yang sudah mendapatkan plangisasi di Jawa Tengah, setelah masjid-masjid di Rembang, Pati, Demak, dan Grobogan.
Ke depan, pihaknya berharap seluruh kabupaten dan kota di Jawa Tengah bisa memiliki masjid-masjid bersejarah yang diinventarisasi dan ditetapkan secara resmi.
Bupati Blora, Arief Rohman, dalam sambutannya juga menyampaikan rasa terima kasih kepada LTM PWNU Jawa Tengah atas perhatian mereka terhadap pelestarian masjid.
“Masjid ini bukan sekadar bangunan, tetapi juga warisan budaya dan nilai-nilai keislaman yang harus kita jaga bersama,” ujar Arief.
Ia menambahkan, keberadaan prasasti ini menjadi pengingat bahwa Masjid Agung Baitunnur memiliki nilai historis yang tinggi bagi masyarakat Blora.
“Kita harus memakmurkan masjid ini, meramaikannya dengan kegiatan keagamaan, supaya manfaatnya semakin luas untuk umat,” lanjut Arief.
Pemerintah Kabupaten Blora juga berencana melakukan penataan dan perbaikan sarana prasarana di sekitar Masjid Agung Baitunnur.
Penataan akan dilakukan dengan memperhatikan ketentuan cagar budaya, mengingat sebagian bangunan masjid telah ditetapkan sebagai bagian dari warisan budaya.
Arief menyebutkan, rencana pengembangan akan berkoordinasi dengan Kementerian terkait untuk menjaga keaslian arsitektur masjid.
“Bagian tengah masjid ini sudah masuk cagar budaya, jadi perbaikan atau pembangunan tambahan nanti tetap harus menjaga keaslian,” ujarnya.
Selain itu, Pemkab Blora akan melakukan inventarisasi terhadap masjid-masjid tua lainnya untuk diajukan sebagai masjid bersejarah.
Arief menyebut salah satu kandidat potensial adalah Masjid di Ngadipurwo, yang letaknya dekat dengan makam para bupati terdahulu.
Masjid Agung Baitunnur sendiri berada strategis di sebelah barat Alun-alun Blora, tepatnya di Kelurahan Kauman, Kecamatan Blora.
Pada era Orde Baru, masjid ini pernah dipugar dengan penambahan sebuah menara di sisi kiri serambi oleh Bupati Supadi Yudhodharmo.
Pemugaran terakhir dilakukan saat kepemimpinan Bupati Djoko Nugroho, dengan mempertahankan nilai-nilai arsitektur aslinya.
Kini, dengan status barunya sebagai masjid bersejarah, Masjid Agung Baitunnur diharapkan terus menjadi cahaya penerang dan pusat dakwah bagi masyarakat Blora.(*)