JAKARTA, Brebesinfo.com – Rencana Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang akan menjadikan vasektomi sebagai syarat penerima bantuan sosial (bansos) menuai kritik tajam dari berbagai kalangan. Banyak pihak menilai kebijakan tersebut melanggar hak privasi dan bersifat memaksa.
Pengamat Masalah Sosial, Nurhadi, menyatakan bahwa kebijakan ini tidak tepat dan bisa mencederai hak warga negara. Ia menilai bansos adalah hak dasar masyarakat yang tidak bisa disandarkan pada syarat yang menyentuh ranah pribadi seperti vasektomi.
Menurut Nurhadi, program Keluarga Berencana (KB) memang penting untuk pengendalian jumlah penduduk, namun pelaksanaannya harus bersifat sukarela. Mewajibkan vasektomi justru melanggar prinsip kebebasan individu dalam menentukan pilihan hidup.
“Bansos adalah hak masyarakat. Tidak adil jika ada pemaksaan seperti ini. Program KB itu pilihan, bukan kewajiban,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (3/5/2025).
Ia juga menyinggung adanya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan bahwa vasektomi haram jika tujuannya untuk pemandulan. Hal itu semakin memperkuat bahwa kebijakan tersebut bisa menimbulkan konflik norma.
Nurhadi mengakui ada sisi positif dari kebijakan ini, yaitu untuk meningkatkan partisipasi pria dalam program KB. Namun, pendekatannya menurut dia harus dengan edukasi, bukan paksaan.
“Vasektomi bisa saja tidak permanen dengan perkembangan medis sekarang, tapi tetap tidak boleh dijadikan syarat bansos. Ini urusan hak dasar warga,” jelasnya.
Senada dengan Nurhadi, anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Anis Hidayah, juga menyatakan keberatan. Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut berpotensi melanggar hak asasi manusia.
Anis menyebutkan bahwa hak atas tubuh adalah bagian dari hak privasi yang dijamin konstitusi. Jika vasektomi dilakukan karena tekanan kebijakan, maka itu bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM.
Komnas HAM meminta Gubernur Jawa Barat membuka dialog dengan berbagai pihak sebelum melangkah lebih jauh. Menurut Anis, kebijakan publik harus mendengarkan suara masyarakat.
Ia juga menyampaikan bahwa Komnas HAM siap berdiskusi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mencari solusi terbaik terkait persoalan kependudukan dan bansos.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, menegaskan bahwa tidak ada aturan nasional yang menjadikan vasektomi sebagai syarat penerimaan bansos.
Muhaimin mengatakan bahwa pemberian bansos harus mengikuti regulasi resmi dari pemerintah pusat. Pemerintah daerah tidak boleh membuat syarat tambahan yang bertentangan dengan prinsip dasar hak sosial masyarakat.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan keinginannya untuk mewajibkan penerima bansos menjadi peserta program KB. Fokus utama kebijakan ini adalah pada KB pria, khususnya melalui metode vasektomi.
Alasan kebijakan ini adalah untuk menekan angka kelahiran dalam keluarga penerima bansos yang dinilai terlalu tinggi. Menurut Dedi, bantuan seringkali hanya berputar pada keluarga yang sama tanpa perubahan signifikan.
Dengan pengendalian jumlah anak, pemerintah berharap anggaran bantuan sosial bisa dialihkan untuk pembangunan lain, seperti rumah sederhana, sambungan listrik, dan beasiswa pendidikan.
Vasektomi sendiri adalah prosedur medis untuk menghentikan aliran sperma dengan memotong saluran vas deferens. Meski sperma tidak keluar, pria tetap bisa ejakulasi dan merasakan orgasme.
Namun, karena bersifat permanen, prosedur ini menjadi sensitif jika diwajibkan. Oleh karena itu, wacana ini menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.(*)