Basarnas Bahas SOP Tanggap Darurat Longsor Bersama Ahli Geologi dan BPBD

SEMARANG, Brebesinfo.com – Basarnas menggelar diskusi teknis untuk menyusun pola operasi pencarian dan pertolongan dalam tanggap darurat bencana longsor. Kegiatan ini dilaksanakan di Kantor Basarnas Semarang pada Kamis–Jumat, 15–16 Mei 2025, dan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk ahli geologi dan perwakilan BPBD.

Peserta yang hadir merupakan perwakilan dari Kantor SAR Semarang, Jakarta, Bandung, Banten, Cilacap, Yogyakarta, hingga Surabaya. Diskusi ini bertujuan menyusun pedoman operasi pencarian dan pertolongan yang lebih sistematis dan terstandar saat menghadapi bencana longsor.

Dokumen yang disusun nantinya disebut Landslide Ops Guide (LOG), yang akan menjadi acuan resmi atau Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pelaksanaan operasi SAR tanah longsor. Basarnas ingin memastikan penanganan bencana longsor di masa depan berjalan lebih cepat, tepat, dan aman.

Deputi Bidang Operasi Pencarian dan Pertolongan serta Kesiapsiagaan Basarnas, Laksamana Muda TNI Ribut Eko Suyatno, menyampaikan bahwa karakteristik geografis Indonesia yang rawan bencana harus diantisipasi dengan kesiapan teknis yang matang.

“Indonesia memiliki kontur tanah yang labil dan wilayah pegunungan yang luas. Potensi longsor sangat besar. Maka pedoman ini penting untuk memastikan operasi SAR bisa dilakukan secara efektif dan efisien,” kata Ribut Eko saat membuka kegiatan.

Diskusi ini menghadirkan tiga narasumber dari instansi berbeda. Dari BPBD Provinsi Jawa Tengah, peserta mendapatkan materi mengenai manajemen bencana. Kemudian Fahrudin, Kepala Laboratorium Geodinamik UNDIP, menjelaskan karakteristik tanah longsor di Jawa dan Indonesia. Sementara Yohandi Kristiawan dari PVMBG memaparkan mitigasi gerakan tanah secara teknis.

Selain sesi materi, peserta juga melakukan studi lapangan ke wilayah rawan longsor di Deliksari, RW 6, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Lokasi ini dipilih karena memiliki tingkat kerawanan yang tinggi terhadap longsor dan mewakili kondisi nyata di lapangan.

“Kita perlu melihat langsung medan bencana agar bisa menyusun SOP yang benar-benar sesuai kondisi nyata. Lokasi ini memberi banyak pelajaran tentang kompleksitas di lapangan,” ujar salah satu peserta dari Kantor SAR Yogyakarta.

Deputi Ribut Eko juga berpesan agar koordinasi antar lembaga terus ditingkatkan. Ia menyebut keberhasilan operasi SAR tidak hanya bergantung pada kemampuan teknis, tetapi juga kerja sama lintas instansi seperti BPBD, TNI, Polri, dan masyarakat.

“Kita butuh komunikasi yang solid. Diskusi ini adalah awal yang baik untuk membangun sinergi nasional dalam penanganan bencana longsor,” pungkasnya.

Hasil dari diskusi ini akan dibawa ke tahap finalisasi untuk disahkan sebagai SOP nasional. Basarnas berharap dokumen ini dapat menjadi panduan utama yang dapat diterapkan di seluruh wilayah Indonesia dalam menghadapi bencana tanah longsor.(*)