JAKARTA, Brebesinfo.com – DPR dan pemerintah mendapat kritik keras setelah membahas revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI di Hotel Fairmont Jakarta, Jumat (14/3/2025). Rapat digelar di hotel bintang lima, bukan di ruang rapat DPR seperti biasanya. Selain itu, rapat ini tidak disiarkan di YouTube DPR maupun TV Parlemen.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai langkah ini menyakiti hati rakyat. Mereka menyayangkan pembahasan undang-undang penting dilakukan secara tertutup di tempat mewah, apalagi pada akhir pekan. Menurut mereka, ini menunjukkan rendahnya komitmen terhadap transparansi dan partisipasi publik.
“Pemerintah dan DPR membahas RUU ini di hotel mewah pada akhir pekan. Kami melihat ini sebagai tanda lemahnya komitmen untuk melibatkan publik dalam penyusunan regulasi penting,” kata pernyataan resmi Koalisi Sipil, Sabtu (15/3/2025) malam.
Koalisi ini terdiri dari sejumlah organisasi, seperti Imparsial, YLBHI, Walhi, KontraS, Setara Institute, AJI Jakarta, dan BEM Seluruh Indonesia. Beberapa perwakilan mereka mendatangi Hotel Fairmont dan menggelar aksi damai di depan ruang rapat sebagai bentuk protes.
Menurut mereka, rapat tertutup di hotel bintang lima ini bertolak belakang dengan prinsip efisiensi anggaran yang sedang digalakkan pemerintah. Mereka mempertanyakan mengapa DPR dan pemerintah memilih lokasi mewah, padahal banyak sektor lain justru mengalami pemotongan anggaran.
“Ini bukan hanya soal transparansi, tapi juga soal efisiensi. Pemerintah memotong anggaran di banyak sektor penting, tapi justru membahas RUU TNI di hotel mewah,” tegas Koalisi Sipil.
Mereka juga menekankan pentingnya akuntabilitas dalam proses pembuatan undang-undang. Rapat pembahasan RUU TNI seharusnya dilakukan secara terbuka, di ruang rapat DPR, dan bisa diakses publik melalui siaran langsung.
Hingga kini, DPR dan pemerintah belum memberi penjelasan resmi soal alasan rapat digelar di hotel. Namun, tekanan publik untuk membuka proses pembahasan RUU TNI diperkirakan akan terus meningkat.
Koalisi masyarakat sipil menegaskan bahwa langkah ini hanya akan menambah ketidakpercayaan publik terhadap DPR dan pemerintah dalam pengelolaan sektor pertahanan dan penggunaan anggaran negara.(*)