Putra Nababan Soroti Isu PHK di TVRI dan RRI, Minta Pemotongan Anggaran dari Pimpinan

Anggota Komisi VII DPR RI, Putra Nababan, saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara Komisi VII DPR RI dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN), LPP RRI, LPP TVRI, dan LKBN ANTARA, di Senayan, Rabu (12/2/2025).Foto: Mentari/vel parlementaria

JAKARTA, Brebesinfo.com – Anggota Komisi VII DPR RI, Putra Nababan, menyoroti isu pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap tenaga kerja lepas dan kontributor di TVRI serta RRI. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (12/2/2025), Putra meminta klarifikasi dari pimpinan lembaga penyiaran publik tersebut.

Putra mengungkapkan bahwa beredar kabar tentang hampir seribu pekerja, termasuk tenaga kebersihan (CS) dan satpam, yang terdampak PHK. Meski Direktur Utama TVRI dan RRI membantah adanya PHK massal, isu ini sudah ramai diperbincangkan dan membutuhkan penjelasan yang lebih transparan.

“Yang berkembang di masyarakat, tenaga kontributor, CS, dan satpam hampir seribu orang disebut terkena PHK. Bahkan ada penyiar TVRI di Ternate yang juga terdampak. Tapi Dirut menyatakan tidak ada PHK. Ini perlu klarifikasi agar tidak menimbulkan keresahan,” kata Putra.

Menurutnya, lembaga penyiaran publik seharusnya lebih memprioritaskan kesejahteraan tenaga kerja lepas dan kontributor dibandingkan pemotongan anggaran yang berujung pada PHK. Ia meminta agar pemangkasan anggaran dimulai dari jajaran pimpinan, bukan dari pekerja yang berada di lapangan.

“Saya ingin tahu, setelah rekonstruksi anggaran ini, apakah TVRI dan RRI tetap berkomitmen untuk melindungi karyawan lepas dan kontributor? Jangan sampai justru mereka yang dikorbankan,” tegasnya.

Putra juga menyinggung krisis moneter 1998, di mana media massa lebih memilih memangkas anggaran dari atas ketimbang memberhentikan karyawan di lapisan bawah. Ia menilai langkah serupa bisa diterapkan oleh TVRI dan RRI agar tidak merugikan pekerja yang sudah berkontribusi besar meski tanpa jaminan sosial atau asuransi.

“Saya ingat saat krisis 1998, gaji pimpinan, pemimpin redaksi, dan redaktur pelaksana yang dipotong lebih dulu. Bahkan mereka menggunakan kendaraan umum untuk menghemat anggaran. Ini jauh lebih bijak dibandingkan PHK massal,” ujarnya.

Selain itu, Putra meminta pimpinan TVRI dan RRI lebih tegas dalam mengambil kebijakan anggaran. Menurutnya, jika pengurangan anggaran memang harus dilakukan, maka harus ada solusi yang tidak merugikan tenaga kerja lepas.

“Saya harap pimpinan punya keberanian untuk memastikan tenaga kerja lepas dan kontributor tetap mendapat perlindungan. Mereka ini bagian dari lembaga penyiaran yang harus diperhatikan,” tambahnya.

Putra menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa kebijakan pemotongan anggaran di sektor penyiaran harus selaras dengan kebijakan di sektor lain, termasuk industri tekstil. Menurutnya, pekerja yang tidak memiliki jaminan sosial harus tetap menjadi prioritas utama dalam setiap keputusan anggaran.(*)

Bagikan Berita:
Dapatkan Berita Update Menarik Lainnya dengan Kami

Reels instagram

You cannot copy content