Biaya Pilkada Mahal, Korupsi Kepala Daerah Makin Merajalela

BREBES, Brebesinfo.com – Biaya politik yang tinggi dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi salah satu faktor utama yang mendorong kepala daerah terpilih untuk melakukan korupsi. Dari tahun ke tahun, kasus korupsi kepala daerah terus bermunculan, meski Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah sering melakukan operasi tangkap tangan (OTT).

Pilkada seharusnya menjadi momentum demokrasi untuk melahirkan pemimpin berkualitas. Namun, kenyataannya, ajang ini justru sering kali berubah menjadi kompetisi mahal yang membuat kandidat mengeluarkan dana besar untuk kampanye, lobi politik, hingga “mahar” partai. Ketika sudah terpilih, banyak kepala daerah yang kemudian terjebak dalam praktik korupsi demi menutupi biaya yang telah dikeluarkan.

Politik Butuh Modal Besar

Pilkada bukan hanya ajang demokrasi, tetapi juga pertarungan modal. Para kandidat harus mengeluarkan dana besar untuk kampanye, sosialisasi, dan membangun jaringan politik. Tak jarang, biaya politik yang selangit ini akhirnya memaksa kepala daerah mencari cara instan untuk “balik modal” setelah menang.

Sumber uang haram pun beragam. Mulai dari jual beli jabatan, pemotongan anggaran proyek, hingga suap dalam perizinan usaha. Bahkan, banyak kepala daerah yang memanfaatkan kekuasaannya untuk mengatur proyek-proyek daerah demi keuntungan pribadi.

Hari ini, KPK kembali menambah daftar panjang kepala daerah yang tersangkut korupsi. KPK resmi menahan Wali Kota Semarang, HGR, dan suaminya, AB, yang juga Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah. Mereka diduga terlibat dalam kasus korupsi pengadaan meja dan kursi SD serta proyek lainnya di Kota Semarang.

Kasus ini menjadi bukti bahwa praktik korupsi kepala daerah masih terus terjadi, bahkan di sektor pendidikan yang seharusnya menjadi prioritas pembangunan.

Pelantikan Serentak 961 Kepala Daerah

Presiden Prabowo Subianto akan melantik secara serentak 961 kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024 di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/2/2025).

Sebanyak 961 kepala daerah yang dilantik itu terdiri atas 33 gubernur dan 33 wakil gubernur, 363 bupati, 362 wakil bupati, 85 wali kota, dan 85 wakil wali kota. Mereka akan dilantik dalam satu rangkaian prosesi.

Namun, euforia pelantikan ini harus diiringi dengan kewaspadaan. Jika biaya politik yang tinggi terus menjadi beban bagi kepala daerah, maka ancaman korupsi pun masih akan membayangi pemerintahan daerah.

Rakyat Harus Lebih Kritis

Rakyat tentu berharap kepala daerah yang baru dilantik bisa membawa perubahan dan membangun daerahnya dengan bersih. Namun, tanpa komitmen yang kuat untuk menolak korupsi, sistem yang ada justru bisa menggiring mereka ke dalam lingkaran praktik kotor.

Masyarakat perlu mengawasi dan menagih janji kampanye para pemimpin terpilih. Jika tidak, Pilkada hanya akan menjadi pintu masuk bagi kepala daerah yang haus kekuasaan dan menjadikan jabatannya sebagai alat memperkaya diri.(*)

Bagikan Berita:
Dapatkan Berita Update Menarik Lainnya dengan Kami

Reels instagram

You cannot copy content