JAKARTA, Brebesinfo.coma – Pemerintah terus mempercepat finalisasi Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) tentang Peta Jalan Perlindungan Anak dalam Ranah Daring. Aturan ini bertujuan untuk melindungi anak-anak dari berbagai ancaman di dunia digital, seperti eksploitasi, perundungan siber, dan penyalahgunaan teknologi.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Nahar, mengatakan bahwa regulasi ini sedang dalam tahap akhir penyusunan.
“Sedang ditambahkan sesuai masukan dari kementerian/lembaga pelaksana. Saat ini dalam proses administrasi untuk diserahkan kembali ke Setneg (Sekretariat Negara),” ujar Nahar, dikutip dari Antara, Jumat (21/2/2025).
Raperpres ini merupakan bentuk kehadiran negara dalam melindungi anak-anak dari risiko kekerasan dan eksploitasi di dunia digital. Dalam konteks ini, “daring” adalah singkatan dari “dalam jaringan,” yang berarti segala aktivitas yang dilakukan melalui internet.
Regulasi ini mencakup tiga strategi utama untuk melindungi anak-anak di dunia maya. Pertama, strategi pencegahan yang bertujuan mengurangi risiko anak menjadi korban penyalahgunaan teknologi melalui edukasi dan peningkatan kesadaran digital. Kedua, strategi pengendalian risiko dengan menyaring dan membatasi akses terhadap konten berbahaya.
Pemerintah juga akan mengatur tata kelola penyelenggaraan sistem elektronik (PSE) agar lebih ramah anak. Ketiga, strategi kolaborasi lintas sektor yang melibatkan kementerian, lembaga, pemerintah daerah, serta platform digital untuk memastikan perlindungan anak di dunia daring berjalan efektif.
Peta jalan perlindungan anak di ranah daring ini disusun sebagai panduan bagi kementerian dan lembaga dalam menjalankan kebijakan perlindungan anak. Dengan adanya aturan ini, diharapkan koordinasi antar-pemangku kepentingan semakin solid untuk menciptakan ekosistem digital yang aman bagi anak-anak.
Saat ini, lebih dari 16 kementerian dan lembaga terlibat dalam penyusunan regulasi ini. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani isu keamanan digital anak secara menyeluruh.
Data menunjukkan bahwa kasus kekerasan dan eksploitasi daring terhadap anak terus meningkat. Anak-anak rentan menjadi korban perundungan siber, eksploitasi seksual, hingga perdagangan anak berbasis digital. Oleh karena itu, regulasi ini sangat dibutuhkan untuk menekan angka kasus tersebut.
Deputi Nahar menegaskan bahwa tanggung jawab melindungi anak dari ancaman digital bukan hanya berada di tangan pemerintah. Diperlukan peran aktif dari orang tua, pendidik, serta platform digital untuk memastikan lingkungan internet yang lebih aman bagi anak-anak.
Selain aturan yang ketat, pemerintah juga menyoroti pentingnya edukasi digital bagi orang tua dan tenaga pendidik. Mereka harus memahami cara membimbing anak-anak dalam menggunakan internet secara bijak dan aman.
Dengan adanya regulasi ini, diharapkan angka kekerasan daring terhadap anak dapat ditekan secara signifikan. Selain itu, ekosistem digital di Indonesia bisa menjadi lebih aman bagi anak-anak.
“Pemerintah berharap regulasi ini dapat menjadi acuan bagi pemangku kebijakan dalam menurunkan angka kekerasan daring terhadap anak dan meningkatkan kolaborasi lintas sektor,” tutup Nahar.(*)