Indonesia Nomor 2 Dunia dalam Kasus TBC, Begini Cara Penularannya!

JAKARTA, Brebesinfo.com – Tuberkulosis (TBC) masih menjadi masalah kesehatan global yang serius. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis ini menular lewat udara ketika seseorang batuk, bersin, atau meludah.

Berdasarkan laporan Global Tuberculosis Report 2024 dari WHO, sekitar 10,8 juta orang di dunia terkena TBC pada 2023. Indonesia berada di posisi kedua dengan 1.090.000 kasus baru setiap tahun dan 125.000 kematian akibat TBC.

“Meskipun semua orang bisa tertular TBC, terdapat kelompok yang lebih berisiko tinggi, yaitu orang yang kontak serumah dan kontak erat dengan pasien TBC, orang dengan HIV (ODHIV), dan perokok,” kata Sekretaris Ditjen Penanggulangan Penyakit Kemenkes RI, dr. Yudhi Pramono, MARS, di Jakarta, Jumat (31/1/2025).

Kemudian, orang dengan diabetes melitus (DM), bayi, anak-anak, lansia yang berinteraksi dengan pasien TBC, warga binaan pemasyarakatan (WBP), tunawisma, pengungsi, serta masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh dan padat juga lebih berisiko.

Bakteri TBC bisa bertahan selama beberapa jam di udara, terutama di ruangan yang lembap dan tidak terkena sinar matahari. Jika percikan droplet dari penderita dihirup oleh orang lain, maka risiko penularan semakin tinggi.

Setelah seseorang terinfeksi, bakteri bisa tetap ‘tidur’ dalam tubuh atau menjadi aktif dan menyebabkan penyakit. Jika daya tahan tubuh lemah, bakteri ini bisa berkembang dan membuat orang tersebut jatuh sakit.

“Untuk mencegah penyebaran, tenaga kesehatan atau kader melakukan investigasi kontak. Setiap satu kasus TBC, minimal delapan orang yang berkontak erat harus diperiksa,” ujarnya.

Investigasi kontak dilakukan dengan berbagai cara, seperti mendatangi rumah pasien langsung (door to door) atau mengundang kontak ke fasilitas kesehatan untuk diperiksa.

Petugas juga menyelidiki kontak di tempat kerja, sekolah, atau lingkungan bermain anak jika pasien TBC adalah anak-anak. Mereka akan diarahkan untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut di puskesmas atau rumah sakit.

“Jika ada yang bergejala TBC, maka akan dilakukan pemeriksaan diagnosis. Sementara itu, yang tidak bergejala akan menjalani asesmen untuk pemberian Terapi Pencegahan TBC (TPT). Jika terkendala transportasi, petugas atau kader sering kali menjemput menggunakan kendaraan pribadi atau ambulans puskesmas,” tutup Yudhi.(*)

Bagikan Berita:
Dapatkan Berita Update Menarik Lainnya dengan Kami

Reels instagram

You cannot copy content