MAKKAH, Brebesinfo.com – Anggota DPR RI Abdul Fikri Faqih menyoroti tiga persoalan besar dalam penyelenggaraan ibadah haji 2025. Ia menyebut, tata kelola haji Indonesia masih menghadapi tantangan serius yang perlu dibenahi secara menyeluruh.
Hal ini disampaikan Fikri dalam rapat evaluasi pelaksanaan haji bersama Kementerian Agama, BPKH, dan instansi terkait lainnya di Alqimma Hall, Makkah, Senin (2/6/2025). Legislator dari Komisi VIII DPR RI ini merupakan anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI yang aktif menyuarakan pembenahan sistem.
“Perlu reformasi total. Jangan hanya tambal sulam,” tegas Fikri di hadapan peserta rapat.
Menurutnya, ada tiga masalah utama yang harus segera ditangani. Pertama, persoalan visa. Ia menilai isu visa tidak bisa lagi hanya ditangani Kementerian Agama.
“Ini isu global, tapi dampaknya langsung ke jemaah. Harus ada peran aktif dari Ditjen Imigrasi dan Kementerian Luar Negeri,” ujarnya.
Fikri mencontohkan kasus jemaah yang dideportasi akibat permasalahan hukum yang belum tuntas. Hal ini menunjukkan perlunya koordinasi antar-kementerian yang lebih solid.
Masalah kedua adalah dominasi syarikah atau perusahaan swasta Arab Saudi dalam pengelolaan teknis haji. Hampir semua layanan, seperti pemondokan, katering, transportasi, hingga layanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna), dikelola oleh sektor privat.
“Pemerintah Indonesia tidak punya cukup ruang untuk mengatur. Harus ada opsi lain, misalnya skema Business to Business seperti haji furoda,” kata Fikri, yang berasal dari Dapil Jawa Tengah IX meliputi Kabupaten Tegal, Kota Tegal, dan Kabupaten Brebes.
Masalah ketiga yang disorot Fikri adalah digitalisasi melalui aplikasi Nusuk yang diterapkan pemerintah Arab Saudi. Aplikasi ini menjadi satu-satunya sistem yang wajib digunakan semua jemaah dari seluruh dunia.
“Nusuk ini mengatur semuanya, dari durasi tinggal sampai layanan ibadah. Tapi kita belum sepenuhnya siap. Banyak jemaah yang kesulitan,” ungkapnya.
Melihat kompleksitas tantangan tersebut, Fikri mendorong adanya reformulasi kebijakan haji secara menyeluruh. Ia juga mengusulkan pembentukan kementerian khusus haji dan umrah sebagai opsi yang layak dikaji.
“Dengan skala dan masalah yang besar seperti ini, kita butuh kelembagaan yang kuat dan fokus,” pungkasnya.(*)